Jumat, 31 Agustus 2012

Pak Suparman, Sang Penjaga Sekolah

Pembaca, sebuah ilustrasi ringan akan mengantar kita menyambut pagi ini. Simak yuuuk....
Pak Suparman yg buta huruf bekerja sbg penjaga sekolah. Sdh ± 20 tahun dia bekerja disana, suatu hr kepala sekolah itu digantikan dan menerapkan aturan baru, semua pekerja hrs bs membaca dan menulis maka penjaga yg buta huruf itu, terpaksa tdk bisa bekerja lagi.
Awalnya, dia sgt sedih, dia tdk berani lgsg pulang ke rmh dan memberitahukan istrinya, dia bjln pelan menelusuri jalanan.
Tiba² muncullah ide utk membuka kios kecil di pinggir jalanan itu. Bayangannya adalah sebuah kios dengan roda spt gerobak yg menyediakan minuman dan sekedar makanan kecil. Akhirnya, dengan sedikit uang pesangon yg ada ditangan dia berniat mewujudkan bayangannya tersebut.
Awalnya banyak kendala... Banyak orang meremehkan bahkan mencemooh usahanya... Tapi pak priyo tidak menyerah.
Akhirnya dengan bekal keuletan dan kesabaran, usahanya berujung manis
Kiosnya mulai dikenal orang karena keramahan. dan kejujuran penjualnya.
Singkat kata, usahanya berkembang, dr satu kios smpai jd bbrp kios bahkan toko. Kini dia jd seorang pengusaha yg sukses dan kaya, suatu hari dia pergi ke bank utk mebuka rekening, namun krn buta huruf, dia tdk bs mengisi formulir dan karyawan Bank yg membantunya. Karyawan Bank tsb berkata: “Wah, bapak buta huruf saja bs punya uang sebanyak ini, apalagi klo bs membaca dan menulis, pasti lbh kaya lagi”
Dgn tersenyum dia berkata: “Klo saya bisa mbaca dan menulis, mgkn saya msh mjd penjaga sekolah”
Pecinta Catatan Subuh yg bijak, tidak semua sama seperti yg kita lihat. Apa yg merupakan musibah, bs saja adalah BERKAH. Dibalik masalah, pasti ada berkah. Jd sikapilah dg SABAR & BIJAK…
Lakukan Bagian kita secara maksimal dan biarlah Allah melakukan bagian-Nya..
Berkah tdk selalu berupa emas, intan permata / uang yg byk, bkn pula saat kita tinggal dirmh megah dan pergi dg mbl mewah..
Namun BERKAH adlah saat kita mampu ttp bersyukur ketika tak pny apa²..
Mampu tersenyum saat diremehkan.

»»  Baca Lebih Lanjut...

Marno, Seorang Penebang Kayu

Marno seorang penebang kayu sudah enam tahun bekerja namun tidak pernah mendapat kenaikan gaji. Perusa

haan yang sama, mempekerjakan pegawai baru sebutlah Roni dan hanya dalam waktu dua tahun Roni sudah memperoleh kenaikan gaji.
Marno protes pada atasannya. Jawab atasannya “Anda masih memotong kayu dalam jumlah yang sama seperti enam tahun yang lalu. Kami adalah perusahaan yang berorientasi pada hasil. Mungkin bila Anda dapat meningkatkan produktivitas, kami akan menaikkan gaji Anda”.
Sekarang Marno sudah tahu kesalahannya.
Esok harinya, Marno berangkat kerja lebih awal dan bekerja lebih giat. Namun hasil pohon yang ditebangnya tidak juga meningkat. Dengan penasaran Marno bertanya kepada Roni,
“Roni, sebenarnya apa rahasianya sehingga bisa menebang pohon dalam jumlah yang lebih besar ?” Sambil tersenyum Roni menjawab, “Tidak ada rahasianya, hanya saja setiap kali selesai menebang pohon, saya beristirahat tiga menit untuk mengasah kapak. Kalau boleh tahu, kapan terakhir kali anda mengasah kapak?”.
Marno tersentak mendengarnya, karena ia tak pernah meluangkan waktu untuk mengasah kapak, sehingga kapaknya menjadi tumpul.
Pecinta Catatan Subuh yg bijak, Kapak dalam cerita di atas bisa diartikan sebagai pikiran. Jika kita terlalu asyik dalam bekerja maka lama-kelamaan kita jadi tidak mempunyai waktu lagi untuk belajar mengasah diri. Belajar adalah sebuah proses tanpa henti bagi siapa saja yang ingin sukses.
Selalu meng-upgrade ilmu yg kita miliki adalah suatu keharusan.
Setujuh...........?!

»»  Baca Lebih Lanjut...

Bocah Misterius


Pembaca, nggak biasanya nih catatan subuh pake judul :D. Baiklah, langsung ke tekape aja yukkk....

Seorang anak misterius mondar mandir di kampung ini. Bagi warga sini ini sungguh menyebalkan. Yah, bagaimana tidak menyebalkan, di bulan puasa yg panas terik, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.
Di tengah org sedang puasa, es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.
Keadaan semakin provokatif takala anak itu menyodor2kan es tadi kepada org2 yg lewat...
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.
Luqman pun tak tahan dg kondisi ini. Ba'da Dzuhur dia mencoba menemui si Bocah Misterius Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu muncul . Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu.
"Bismillah.. ." ucap Luqman dengan kembali menarik lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Niatnya sudah bulat ingin tahu apa yg sebenarnya terjadi.
Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah.
" Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman.. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa," jawab Luqman dengan halus,"apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa?"
Mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai dan menatap Luqman lebih tajam lagi
.
"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami?"
"Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis? Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?! Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!?"
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.
"Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri? Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fithri?
Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami...!
Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih? Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa? Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak...."
Pembaca pecinta Catatan Subuh yg bijak, Luqman terdiam mendengar penuturan Bocah Misterius itu. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!
Luqman dan beberapa org yg hadir hanya terbengong membiarkan bocah itu berlalu meninggalkan mereka semua tanpa ada yg mampu menahannya....

»»  Baca Lebih Lanjut...

Wortel, Telur, dan Kopi

Pembaca, simak yuk sebuah ilustrasi menarik.....
Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3

panci dengan air dan menaruhnya di atas api.
Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.
Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.
Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.
Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”
“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”
“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”
“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”
“Pecinta Catatan Subuh yg bijak, ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”
Tetap Semangat....
Tetap Santun....
-------

»»  Baca Lebih Lanjut...

Misteri Jodoh


“Menikahlah dengan Fini le’” pinta bunda untuk kesekian kalinya. “Insya Allah, dia perempuan yang shalehah, dan bisa menjadi istri yang baik kelak untuk kamu!” Ini sudah permintaan kesekian ibu untuk menikah dengan gadis pilihannya. Aku hanya menunduk dan tak berani menatap mata ibu.
Tak sanggup aku melihat wajah teduh ibu yang pasti rautnya bakal berubah setelah aku selalu menolak

permintaannya. Baru kali ini aku berat untuk mengiyakan permintaan beliau. “Tapi aku sudah punya calon istri sendiri bu, aku…” tak sanggup aku melanjutkannya. Ibu memelukku. “Iya, ibu paham, tapi ibu mohon satu kali ini saja, sebelum ibu menyusul ayahmu. Ibu ingin melihat kamu menikah dengan perempuan yang hati ibu inginkan,” suara ibu mulai parau. Kurasakan ada air yang menetes ke atas pundakku. Malam itu badanku hanya dibalut kaos singlet putih. “Ibu sudah melihat Fini. Menyelidikinya, dan menurut penilaian ibu, dia bisa menjagamu, menjaga anak-anakmu dan juga menjaga ibu. Ia perempuan yang baik le’. Lembut perangainya, halus budi pekertinya, dan Insya Allah dia sederhana lagi bersahaja,” masih dalam pelukan, suara ibu mulai melemah di telingaku. “Tapi bagaimana dengan Via, bu?” “Ibu tahu kamu sudah memilih Via. Tapi dia itu belum pasti,” kali ini ibu mencoba mempengaruhiku. “Kamu tak perlu takut. Insya Allah Fini adalah perempuan dengan wajah cantik. Ibu menjamin itu,” tegasnya. “Beri aku waktu setidaknya satu minggu bu. Aku ingin istikharah.” Aku tidak mampu lagi menjawab. Ah, ibu, seandainya engkau tahu betapa dalam perasaanku kepada Via. Meski aku hanya mengenalnya lewat tulisan-tulisan tangan. Via, sahabat penaku, perempuan yang aku kenal dari sebuah forum penulis di salah satu majalah remaja dulu. Meski aku belum pernah bertemu langsung, penilaianku langsung merujuk ke angka delapan. Aku bisa menggambarkan dirinya hanya dari tulisan-tulisan nya. Ia perempuan yang memiliki kelembutan. Wangi suratnya mengisyaratkan wangi rambutnya. Halus sulaman kata-kata yang digunakannya mewakili perangainya. Dan doa yang selalu dikirimkannya menggambarkan keshalehannya. Harus bagaimana aku nanti bila surat Via datang menjengukku.
Terakhir kali aku berkirim kabar bahwa ibu ingin menjodohkanku dengan perempuan pilihannya. Itu satu bulan lalu. Kulanggar perjanjian kami, untuk tidak memberikan nomor HP, alamat jejaring sosial, ataupun foto. Di surat terakhir itu kecuali nama dan alamat, kuselipkan secarik foto untuk kali pertama. Dibelakang foto kutuliskan nomor HPku. Aku ingin tahu reaksinya. Namun setelahnya, surat-surat Via alfa menyambangi rumahku. Ia tidak rajin lagi menitipkan rindu seperti dalam goresan penanya.
Entah ia marah atau ingin menjaga hati. Barangkali juga menjaga jarak.
***
Satu pekan berlalu. Tidak ada jawaban dari Via. Tidak ada surat. Apalagi telepon dan pesan pendek yang mampir ke HP lawasku. Aku pun memutuskan mengiyakan permintaan ibu. Meskipun surat Via datang, sebenarnya sangat berat aku menolak permintaan ibu. Setelah Ayah menghadap Ilahi ketika aku berusia 10 tahun, hanya aku yang menjadi kebanggaan ibu. Anak semata wayangnya. Aku tidak sanggup melihat wajah kecewa ibu saat keluar kalimat penolakan dari mulutku. Aku tidak sanggup menjadi durhaka. Maafkan aku ya Rabb. Aku akan “samina wa atoqna”. Semoga Engkau meridhai jalan yang aku pilih.
Bukankah ridha Allah itu ridha orangtua? Ibu gembira. Kesibukan pun langsung melanda rumah mungil peninggalan almarhum Ayah. Rumah sibuk berhias. Ibu dibantu keluarga dan tetangga repot mempersiapkan seserahan. Tak menunggu waktu, ibu menyeretku ke toko emas di pasar dekat rumah. “Keluarkan uangmu, kita beli mahar perhiasan emas untuk calon istrimu. Ibu yang memilihkan,” ujarnya penuh semangat. Gembira jiwa ini melihat ibu sumringah. Tapi hati ini masih diayun-ayun bimbang. Pertemuan kedua keluarga pun terjadi. Ibu Fini adalah teman ibu sewaktu mengikuti penataran sebagai guru beberapa tahun silam. Karenanya mereka sangat akrab, kendati usia ibuku 10 tahun lebih tua. Aku terdampar di rumah Fini di Selatan Jakarta. Kulirik sedikit wajahnya yang berhias sedikit polesan. Bibirnya tersapu gincu tipis. Cantik juga. Wajahnya putih bersih, matanya berbinar, pipi tambun berlesung bersanding dengan hidung mungilnya.
Kacamata cemantel di depan matanya. Balutan jilbab merah menyempurnakan penampilannya. Tapi hati ini masih bimbang. Satu pekan setelah acara khitbah, Akad Nikah dilaksanakan, walimah pun digelar. Aku tidak banyak mengundang teman-teman kantorku. Tapi tamu yang hadir cukup banyak datang silih berganti. Kudengar orang tua Fini mengundang seribu relasinya. Di antara ribuan orang tersebut, aku mencari sosok Via. Berharap dia datang. Ahh.. aku hanya berkhayal, bagaimana ia tahu aku menikah hari ini, bila aku tak pernah lagi berkirim surat dengannya. Malam pun tiba. Setelah lelah seharian menjadi raja yang dipajang di atas pelaminan. Usai membasuh riasan dan mengganti pakaian, aku masuk kamar pengantin yang serba putih. Seprai, bantal, guling dan dinding yang dihiasi kain putih. Aku duduk mematung di pinggir tempat tidur. Sementara Fini, istriku, baru keluar dari kamar mandi. Ia memakai gaun putih panjang pemberianku yang ada dalam seserahan. Fini jauh lebih cantik bila rambutnya tergerai. Wajah dan tubuhnya begitu menggoda. Tapi tidak hatiku. Ia mendekatiku. Tersenyum namun wajahku datar. Tipis kulempar senyum agar canggung mencair. Fini semakin mendekatiku. Duduk merapat di samping kananku.
“Mas akhirnya kamu jadi halal untukku,” suaranya merdu. Baru kali ini aku mendengar secara utuh, setelah seharian aku hanya membisu di pelaminan ketika ia mengajak bicara.
Berkhayal Via yang ada di kamar itu. Berdua dengannya. Kepalanya direbahkan kepundakku. Sedikit kaget, tapi kubiarkan. “Maaf, aku masih kaku,” kataku untuk menyembunyikan keraguan. “Aku tahu,” ujarnya melemahkan dan mengangkat kepalanya. Dahiku berkerut. “Kamu tahu apa?” “Apa kamu mencintai perempuan lain?” pertanyaannya menampar hatiku. Lidahku mematung di dalam mulut.
Ia mengetahui bila ada perempuan yang lebih dulu menyambar hatiku. Jelas saja, sikap dinginku adalah refleksi dari pertanyaannya. Aku diam. “Diammu itu adalah jawaban mas.” Ya Allah, maafkan aku bila pikiran ini sudah masuk ke dalam ranah selingkuh. Padahal di hadapanku ada bidadari teramat cantik. “Mas, kamu pasti sedang memikirkan Via?” wajahku bingung. Kuputar posisi duduk ke hadapannya. “Dari mana kamu tahu tentang Via?” masih dalam heran. Dia beranjak dan mengambil sebuah kotak kayu kira-kira berukuran 150x250mm dari dalam lemari pakaian. Kulihat di dalamnya ada puluhan, bahkan ratusan surat terdokumentasi rapi di dalam kotak warna coklat.
Ia mengambil selembar foto dan selembar surat yang letaknya paling atas. Surat itu, aku mengenalnya. Dan itu fotoku yang kuselipkan di surat terakhir yang kukirim ke Via. Ia tersenyum ketika kurebut surat itu. “Aku Via mas. Nama Via adalah nama panggilan aku di rumah. Fini adalah nama singkatan dari namaku, Fitria Handayani. Aku meminta ibu untuk tidak memberitahukan nama itu. Maaf bila aku menyembunyikan nama asliku.” “Awalnya aku juga menolak dijodohkan, tapi ketika ibu memperlihatkan foto kamu, hatiku riang. Aku menggali informasi dari ibu untuk memastikan bahwa kamu dan foto yang ibu bawa adalah orang yang sama. Aku sudah tahu bahwa kamu adalah lelaki yang dijodohkan ibu dan mamah.
Karena itu aku tidak menjawab surat terakhir kamu. Aku ingin membuat kejutan kepada penjaga hati dan tubuhku,” ujarnya sembari mengulum senyum. Kedua mataku basah. Berair. Ini adalah air mata dari mata air surga. Ya Allah, engkau menyiapkan kado terindah yang tidak pernah aku duga. Ternyata Via dan Fini berasal dari satu jiwa. Ia wanita yang kucintai. Ibu ternyata mengerti keinginan anaknya. Hujan pun bersenandung riang malam itu, mengiringi malam pengantin kami.
***
END

»»  Baca Lebih Lanjut...

Kutulis di Pasir dan Batu

Pembaca, lagi2 catatan subuh memuat sebuah ilustrasi singkat. Semoga ada manfaatnya... Silakan disimak..
Dalam satu perjalanan, sepasang suami isteri telah bertengkar, si suami menghardik isterinya, merasa sakit hati, tanpa sepatah kata, si isteri lantas menulis di atas pasir:
'HARI INI SUAMIKU MENYAKITI HATIKU'
Mereka meneruskan perjalanan, sehingga bertemu sebuah oasis dimana mereka memutuskan untuk mandi,si isteri berenang namun nyaris tenggelam dan di selamatkan oleh suaminya.
Setelah segar kembali keadaannya, si isteri lantas menulis d sebuah batu:
'HARI INI SUAMIKU YANG BAIK TELAH MENYELAMATKAN NYAWAKU'
Si suami memerhatikan lantas bertanya, kenapa setelah saya melukai hatimu, kamu menulisnya di atas pasir dan sekarang kamu menulisnya di atas batu.
Jawaban si isteri dalam senyuman manis:
Jika engkau menyakiti hatiku, aku akan menulisnya di atas pasir agar angin datang berhembus dan menghapuskan tulisan itu....
tetapi bila sesuatu yang baik dan luar biasa terjadi, kita harus memahatnya di atas batu sepertinya tidak akan hilang di tiup angin walau sekuat mana ia bertiup.. akan kita ingat selamanya'...
Pecinta Catatan Subuh yg Bijak, itu hanyalah sebuah gambaran.
Selayaknya kita bersyukur atas nikmat LUPA.... Mungkin kita pernah berfikir, apa gunanya Allah menciptakan "lupa"..?!
Dan Maha Suci Allah, yg menciptakan kasih sayang...

»»  Baca Lebih Lanjut...

Terlambat, Bi, sudah lewat petugasnya

Sebuah ilustrasi ringan, yaitu sepenggal kisah hidup seorang sahabat saya. Simak yuk memb...
Pembaca Pecinta Catatan Subuh, kenalkan dulu, nama saya Bayu Gawtama. Yg saya ingin ceritakan ini hanyalah sepenggal kecil da lam pejalanan hidup saya. Begini ceritanya,
Pagi kemarin, saya menjemput anak-anak dari Bogor untuk pulang ke rumah di Ciputat. Perjalanan baru memasuki kilometer ke sembilan menuju Ciputat ketika kami melewati para petugas pengumpul infak masjid di tepi dan tengah jalan. Dan kami melewati mereka begitu saja, sesaat kemudian suara kecil menegur dengan sopan, “Abi kok sudah lama nggak kasih uang buat mereka,” nada itu terdengar begitu polos namun cukup untuk membuat saya menghentikan kendaraan.
Saya memang sering terlupa untuk menunjukkan secara langsung kepada anak-anak cara berinfak. Meskipun untuk melakukannya seringkali dan tak selalu di depan mereka. Padahal, justru dengan melakukannya langsung di depan mereka, setiap orang tua tengah mengajarkan sikap kedermawanan, kepedulian, dan semangat berbagi. Ini yang nampaknya sering terlupa dari saya untuk tetap konsisten menerapkannya. Teguran dari salah seorang anak saya tadi, tentu saja menunjukkan bahwa mereka tetap membutuhkan konsistensi keteladanan yang pernah kita ajarkan sebelumnya.
“Ini pegang ya, tolong dikasih nanti kalau ada petugas pengumpul infak di pinggir jalan lagi,” seru saya kepadanya.
“Terlambat, Bi, sudah lewat petugasnya,” Duh, dua kali kalimatnya menohok saya. Saya pun hanya menjelaskan, bahwa tidak ada kata terlambat untuk berbuat kebaikan. Boleh jadi kita kehilangan kesempatan pertama untuk berbuat baik, tapi semestinya kita yakin bahwa Allah senantiasa memberikan kesempatan berikutnya, dan memang, jika kita mau mengambilnya dengan cepat, kesempatan itu selalu ada, terus menerus menghampiri. Inilah uniknya, kesempatan sering tak datang dua kali. Tetapi untuk sebuah kebaikan, justru ianya yang kerap menghampiri, namun kita-lah yang mengabaikannya.
Benar saja. Lima menit lebih sedikit setelah saya memberikan masing-masing selembar ribuan kepada dua anak saya, kami pun melintasi barisan petugas pengumpul infak masjid di jalan raya Parung. Padahal, dengan uang di tangannya itu anak saya sempat mengancam, "Kalau nggak ada lagi, uangnya buat jajan Hufha aja ya...."
Saya menanggapinya dengan senyum, sebab saya tahu persis, sepanjang jalan raya Parung, Bogor, kita dapat menemui lebih dari satu barisan petugas pengumpul infak. "Abi benar, kita belum terlambat" Senangnya anak-anak memasukkan uang itu ke jaring yang disorongkan petugas ke kendaraan kami yang memperlambat lajunya.
Pecinta Catatan Subuh yg bijak, pelajaran pagi kemarin, semoga menjadi segurat catatan yang tak lekang tersimpan dalam lembar memorinya, bahwa tak pernah ada kata terlambat untuk peduli, jangan pernah berpikir untuk tak berbagi hanya karena waktunya tak tepat. Dan tetaplah memelihara semangat berbagi kapan pun, sekali kesempatan terlewati, jutaan kesempatan lainnya pasti menunggu, bahkan menghampiri.
Sejumput doa pun terucap, semoga seluruh keturunan kami menjadi orang-orang yang peduli, memiliki semangat berbagi. Kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun. Saya yakin Tuhan mendengar harapan sederhana ini, karena saya bisa merasakan senyum-Nya hari itu.
Semoga bisa inspirasi.
Masih ada waktu, dan selalu ada waktu untuk berbagi...
Bukan begitu....??

»»  Baca Lebih Lanjut...

Embargo

Saatnya menyimak pengalaman -sebut saja- Anton beberapa tahun lalu...

Pembaca pecinta Catatan Subuh, simak yuuuk... Suatu pagi, kami menjemput seorg klien di bandara. Org tsb sdh tua, kisaran 60 thn. Si Bpk adlh pengusaha asal Singapura, dgn logat bicara gaya melayu & english,beliau menceritakan pengalaman2 hidupnya kpd kami yg msh muda. Beliau berkata,"Ur country is so rich!"
Ah biasa banget denger kata2 itu. Tapi tunggu dulu. "Indonesia doesn't need the world, but the world needs Indonesia,"lanjutnya. "Everything can be found here in Indonesia,U don't need the world." "Mudah saja,Indonesia paru2 dunia. Tebang saja hutan di
Kalimantan, dunia pasti kacau. Dunia yg butuh Indonesia! Singapura is nothing, we can't be rich without Indonesia. 500rb org Indonesia berlibur ke Singapura tiap bulan.Bisa terbayang uang yg masuk ke kami, apartemen2 terbaru kami yg beli org2 Indonesia, ga peduli harga selangit, laku keras. Lihatlah RS kami, isinya Indonesia semua. Trus, kalian tau bgmn kalapnya pemerintah kami ketika asap kebakaran hutan Indonesia masuk? Ya,bener2 panik. Sgt terasa,we are nothing. Kalian tau kan kalo kmrn dunia krisis beras. Termasuk di Singapura dan Malaysia? Kalian di Indonesia dgn mudah dpt beras. Liatlah negara kalian, air bersih di mana2, liatlah negara kami, air bersih pun kami impor dari Malaysia. Saya ke Kalimantan pun dlm rangka bisnis, krn pasirnya
mengandung permata. Terliat glitter kalo ada matahari bersinar. Penambang jual cuma Rp 3rb/kg ke pabrik China, si pabrik jual kembali seharga Rp 30rb/kg.Saya liat ini sbg peluang.Kalian sadar tidak kalo negara2 lain selalu takut meng-embargo Indonesia!
Ya,karena negara kalian memiliki segalanya.Mereka takut kalau kalian mnjadi mandiri,makanya tidak di
embargo. Harusnya KALIANLAH YG MENG-EMBARGO DIRI KALIAN
SENDIRI. Belilah pangan dr petani2 kita sendiri,belilah tekstil garmen dr pabrik2 sendiri.Tak perlu impor klo bs
produk sendiri. Jika kalian bs mandiri,bisa MENGEMBARGO DIRI SENDIRI, INDONESIA WILL RULE THE WORLD!!

»»  Baca Lebih Lanjut...

Maaf, Istriku.....

Catatan kali ini berupa kisah melow drama. Agak2 panjang ya. Siapin tissu.. :p. Siap? Mulai....

-----------------------


Para pecinta Catatan Subuh,
Perkenalkan dulu, nama aku Liliana (sebut aja begitu) ini adalah sepenggal kisah hidupku. Semoga bisa memberi inspirasi.... Begini ceritanya...
Selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami: Aku Membencinya. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Itulah kisah hidup. Semoga ada pelajaran yg bisa di petik.

»»  Baca Lebih Lanjut...

Papa Cemburu

 

banyak sudah Catatan Subuh ttg Mama..... Temen2 yg jauh dr ortu biasanya juga paling kangen sm Mama. Bagaimana dengan Papa? Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap hari, tapi

tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk menelponmu?
Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?
Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil…… Papa biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan roda bantu di sepedamu… Kemudian Mama bilang : “Jangan dulu Papa, jangan dilepas dulu roda bantunya” , Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka…. Tapi sadarkah kamu? Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.
Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama menatapmu iba. Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi tidak sekarang” Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?
Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : “Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”. Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.
Ketika kamu sudah beranjak remaja….. Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”. Tahukah kamu, bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga.. Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu… Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Mama.. .. Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu?
Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia…. :’) Papa sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu.. Sadarkah kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?
Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir… Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut… Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .
Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang? “Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa” Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur.
Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata – mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti…
Tapi toh Papa tetap tersenyum dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa Ketika kamu menjadi gadis dewasa…. Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain… Papa harus melepasmu di bandara. Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk memelukmu?
Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati. . Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat. Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”.
Papa melakukan itu semua agar kamu KUAT….kuat untuk pergi dan menjadi dewasa. Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Papa. Papa pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.
Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu inginkan… Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : “Tidak…. Tidak bisa!” Padahal dalam batin Papa, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu”. Tahukah kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Papa adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang” Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Papa untuk mengambilmu darinya. Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin.. Karena Papa tahu….. Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.
Dan akhirnya…. Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia…. Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis? Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa….
Dalam lirih doanya kepada Allah:
“Ya Allah tugasku telah selesai dengan baik…. Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik…. Bahagiakanlah ia bersama suaminya…”
Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk…
Dengan rambut yang telah dan semakin memutih…. Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya…. Papa telah menyelesaikan tugasnya….
Member Pecinta Catatan Subuh yg Bijak, Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita… Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat… Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis… Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu. . Dan dia adalah orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal...
Memb, teman-teman pria ku yang sudah ataupun akan menjadi ayah yang HEBAT ! Banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Ayah / Bapak / Romo / Papa / Papi kita… tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya.* "Jazakallah bil jannah, semoga Allah mengganti semuanya dengan syurga." Insya Allah.......

»»  Baca Lebih Lanjut...

Betapa Bahagianya

Di suatu sore seorang petani dan istrinya bergandengan tangan dan berpayungkan daun pisang menyusuri jalan sepulang dari sawah sambil diguyur air hujan, dan tak lama kemudian lewatlah sebuah motor di depan mereka, berkatalah petani ini pada istrinya “lihatlah bu, betapa bahagianya suami istri yang naik motor itu, meskipun mereka juga kehujanan, tapi mereka bisa cepat sampai dirumah, tidak seperti kita yang harus lelah berjalan untuk sampai kerumah”.
Sementara itu pengendara sepeda motor dan istrinya yang sedang berboncengan di bawah derasnya air hujan melihat sebuah mobil pick up lewat didepan mereka, pengendara motor itu berkata kepada istrinya “lihat bu, betapa bahagianya orang yang naik mobil itu, mereka tidak perlu kehujanan seperti kita”.
Di dalam mobil pick up yang dikendarai sepasang suami istri terjadi perbincangan ketika sebuah mobil sedan Mercy lewat dihadapan mereka “lihatlah bu, betapa bahagia orang yang naik mobil bagus itu, mobil itu pasti nyaman di kendarai, tidak seperti mobil kita yang sering mogok”.
Pengendara Mercy itu seorang pria kaya, dan ketika dia melihat sepasang suami istri yang berjalan bergandengan tangan di bawah guyuran air hujan, pria kaya itu berkata dalam hatinya “betapa bahagianya suami istri itu, mereka dengan mesranya berjalan bergandengan tangan sambil menyusuri indahnya jalan di pedesaan ini, sementara aku dan istriku tidak pernah punya waktu untuk berdua karena kesibukan kami masing-masing”.
Sahabat Pecinta Catatan Subuh,
Kebahagiaan tak akan pernah kita miliki jika kita hanya melihat kebahagiaan milik orang lain, dan selalu membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain.
Pembaca Catatan Subuh yg bijak,
Mari kita bersyukur atas nikmat hidup ini dan kita akan tahu di mana kebahagiaan itu berada.
Bahagia itu ada di dalam diri, dihati setiap insan yang lapang akan kesyukuran...!!!
Setujuh........?!

»»  Baca Lebih Lanjut...

.... USTAD, SAYA BOSAN HIDUP, INGIN MATI SAJA ....

Para Pembaca Catatan Subuh, bagaimana pendapat anda liat tulisan diatas?

Ada kan org yg seperti itu? terus gimana solusinya?
Simak yuk ini dia paparannya....
Seorang pria setengah baya mendatangi seorang guru ngaji,
“Ustad, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”
Sang Ustad pun tersenyum, “Oh, kamu sakit.”
“Tidak Ustad, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Ustad meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan.
Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo.
Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.
Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya.
Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan.
Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.
“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian ujar sang Ustad.
“Tidak Ustad, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang Ustad.
“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”
“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”
“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”
Giliran dia menjadi bingung. Setiap Ustad yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Tapi ustadz yang satu ini aneh. malah Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Ustad edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran masakan Jepang.
Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya.
Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang.
Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?”
Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan.
Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.”
Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua.”
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
” Ya Allah, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Allah. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini “.
Ia pun buru-buru mendatangi sang Ustad yang telah memberi racun kepadanya.
Sesampainya dirumah ustad tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.
Apa yg terjadi memb, melihat wajah pria itu, rupanya sang Ustad langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang ustad pun berkata
“Buang saja botol itu. Isinya air biasa kok.. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kepasrahan, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan.
Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan.
Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan. percayalah .. Allah bersama kita.”
Lalu Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Ustad, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Ah, indahnya dunia ini ……
Para Pembaca Catatan Subuh, Semoga bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah.....
Barakallahufikum ....
Tetap semangat....
Tetap Santuun..!!!

»»  Baca Lebih Lanjut...

Dimana Istana Umar?

KAGAYA018

Dalam hidupnya, Khalifah Umar senantiasa memegang teguh amanat yang diembankan rakyat di pundaknya. Pribadi Umar yang begitu mulia terdengar dimana-mana. Seluruh rakyat sangat menghormatinya. Rupanya, cerita tentang keagungan Khalifah Umar ini terdengar pula oleh seorang raja negara tetangga. Raja tertarik dan ingin sekali bertemu dengan Umar.
Maka pada suatu hari dipersiapkanlah tentara kerajaan untuk mengawalnya berkunjung ke pemerintahan Umar. Ketika raja itu sampai di gerbang kota Madinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk menggali parit dan membersihkan got di pinggir jalan. Lalu, di panggilnya laki-laki itu.
“Wahai saudaraku!” seru raja sambil duduk di atas pelana kuda kebesarannya.
“Bisakah kau menunjukkan di mana letak istana dan singgasana Umar?” tanyanya kemudian. Lelaki itu segera menghentikan pekerjaannya. Lalu, ia memberi hormat.
“Wahai Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?” si penggali parit balik bertanya.” Umar bin Khattab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan gagah berani,” kata raja. Lelaki penggali parit itu tersenyum. “Tuan salah terka. Umar bin Khattab kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan singgasana seperti yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” terang si penggali parit,”.
“Ah benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang terkenal agung seantero negeri itu tak punya istana?” raja itu mengerutkan dahinya.
“Tuan tidak percaya? Baiklah, ikuti saya,” sahut penggali parit itu.
Lalu diajaknya rombongan raja itu menuju “istana” Umar. Setelah berjalan menelusuri lorong-lorong kampung, pasar, dan kota, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana. Diajaknya tamu kerajaan itu masuk dan dipersilakannya duduk. Penggali parit itu pergi ke belakang dan ganti pakaian. Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu. “Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan Umar!”kata raja itu tak sabar.
Penggali parit tersenyum. “Tuan raja, tadi sudah saya katakan bahwa Umar bin Khattab tidak mempunyai kerajaan. Bila tuan masih juga bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini juga tuan-tuan sedang berada di dalam istana Umar!”
Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka terkejut. Sebab, rumah yang di masukinya itu tidak menggambarkan sedikitpun sebagai pusat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun rapi, namun sangat sederhana.
Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan pedangnya. Lalu berdiri sambil mengacungkan pedangnya.
“Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!” ancamnya melotot.
Penggali parit itu tetap tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang berani berbohong. Bila ada, maka belum bicara pun pedang telah menebas lehernya. Letakkanlah pedang Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,” kata penggali parit. Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya kembali pada sarungnya.
Raja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si penggali parit. Antara percaya dan tidak, dipandanginya wajah penggali parit itu. Lantas, ia menebarkan kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar itu. Muncullah pelayan-pelayan dan pengawal-pengawal untuk menjamu mereka dengan upacara kebesaran. Namun, raja itu belum juga percaya.
“Benarkah ini istana Umar?”tanyanya pada pelayan-pelayan.
“Betul, Tuanku, inilah istana Umar bin Khattab,” jawab salah seorang pelayan.
“Baiklah,” katanya. Raja memang harus mempercayai ucapan pelayan itu.
“Tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan padaku, aku ingin sekali bertemu dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar sang raja.
Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit yang duduk di hadapan raja.” Yang duduk di hadapan Tuan adalah Khalifah Umar bin Khattab” sahut pelayan itu.
“Hah?!” Raja kini benar-benar tercengang. Begitu pula para pengawalnya.
“Jad…jadi, anda Khalifah Umar itu…?” tanya raja dengan tergagap.
Si penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah.
“Sejak kita pertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya Tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khattab!” ujarnya dengan tenang.
Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar. Ia tak menyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggir kota.
Sejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Madinah untuk mempelajari agama Islam.
Member yg bijak, siap menjadi pemimpin yg rendah hati....??
Oh iya satu lagi memb,
Alangkah indahnya jika kita melinhat islam secara keseluruhan, daripada sibuk (bahkan ribut) tentang perbedaan madzab, perbedaan ormas, atau perbedaan kecil lainnya.
Perbedaan adalah rahmat. Untuk bisa mengetahui sudut pandang perdebaan bukan dgn bakar2 rumah, apalagi membunuh.. Naudzubillah..
Cara terbaik utk memaknai perbedaan adalah dengan berdebat yg santun. Walaupun berakhir dengan sepakat utk tidak sepakat..... (Silakan dimaknai sendiri)
#perihatin dg kondisi sampang
Selamat hari Jum'at barakah...
Tetap semangat
Dan tetap santun....

»»  Baca Lebih Lanjut...

Pesan Yang Sama

Sebelum sang ayah menghembuskan nafas terakhir, dia memberi pesan kpd ke dua anaknya :
"Anakku, dua pesan penting yg ingin ayah sampaikan kpd mu utk keberhasilan hidupmu"
"Pertama : jangan pernah menagih piutang kpd siapapun"
"Kedua : jangan pernah tubuhmu terkena terik matahari secara lgsg"
.....5 thn berlalu sang ibu menengok anak sulungnya dgn kondisi bisnisnya yg sangat memprihatinkan, ibu pun bertanya "Wahai anak sulungku kenapa kondisi bisnismu demikian..:( .?"
Si sulung menjawab : "Saya mengikuti pesan ayah bu... Saya di larang menagih piutang ke siapa pun sehingga banyak piutang yg tdk di bayar dan lama² habislah modal saya, pesan yg kedua ayah melarang saya terkena sinar matahari secara langsung dan saya hanya punya sepeda motor, itulah sebabnya pergi dan pulang kantor saya selalu naik taxi...:)"
Kemudian sang ibu pergi ke tempat si bungsu yg keadaannya berbeda jauh. Si bungsu sukses menjalankan bisnisnya.
Sang ibu pun bertanya "Wahai anak bungsuku kenapa hidupmu sedemikian beruntung...?"
Si bungsu menjawab : "Ini krn saya mengikuti pesan ayah bu.. Pesan yg pertama saya dilarang menagih piutang kpd siapapun. Oleh karena itu saya tdk pernah memberikan utang kpd siapapun sehingga modal saya tetap utuh.. :)"
"Pesan kedua saya dilarang terkena sinar matahari secara langsung, maka dgn motor yg saya punya saya selalu berangkat sebelum matahari terbit dan pulang setelah matahari terbenam, shgga para pelanggan tahu toko saya buka lbh pagi dan tutup lebih sore..(*) "
Note : Si Sulung dan Si Bungsu menerima pesan yg SAMA, namun masing² memiliki penafsiran dan sudut pandang atau MINDSET berbeda. Mereka MELAKUKAN cara yg berbeda sehingga mendapatkan HASIL yg berbeda pula.
Hati² lah dgn Mindset kita..
Mindset positif memberi hasil menakjubkan, sebaliknya mindset negatif memberikan hasil menghancurkan..

»»  Baca Lebih Lanjut...

Seandainya, Sahabat.............

  ipromise_wez61229

Seandainya FB macet, bbm macet, hp macet... Kemungkinan dunia akan jauh lebih baik?

Beringsut catatan mengenai hal tersebut. Cekibrot>>>

Sahabat,

aku sedang duduk di sebelahmu,

Tetapi engkau sama sekali tidak memandangku.

Kuajukan beberapa pertanyaan padamu,

engkau menjawab sepotong. Berhenti. Sepotong. Berhenti

Matamu terpaku pada monitor di depanmu

Tanganmu mengetik dengan cepat

Sedang chatting dengan teman nun jauh di seberang

Yang mungkin belum pernah kau temui

Sahabat,

Hari ini engkau duduk di hadapanku.

Mukamu menghadapku,

tetapi aku tahu engkau tidak ada di situ.

Sebuah earphone kecil ada di telingamu.

Tubuhmu bergoyang kecil,

sambil mendendangkan lagu

mengikuti alunan musik dari BB-mu.

Aku tersenyum padamu,

dan engkau tidak melihat itu

Mungkin suatu hari nanti,

Ketika aku jauh darimu

Engkau akan meng-add aku di facebook, BBM dan list ym-mu

Dan mulai bertanya apa kabarmu, bagaimana pekerjaanmu?

Sebuah topik yang tidak menarik untuk ditanyakan -

ketika aku berada di dekatmu.

Hal remeh-temeh yang sedang kukerjakan,

Entah ”sedang makan mie” atau ”ingin nonton”

Asalkan ditulis di status facebookku

Akan menjadi hal yang menarik untuk engkau komentari,

Sesuatu yang bahkan engkau tidak peduli dan tidak ingin tahu

Ketika aku berada di dekatmu

Apakah mata, telinga dan hati hanya akan tersedia

ketika aku sudah jauh?

My dear,

Now I am here for you,

Please be here for me too

»»  Baca Lebih Lanjut...

Cerita Sang OB

moon_2

Apapun profesi anda saat ini, utk mengawali hari ini, catatan subuh mencoba posting cerita yg ingin mempompa semangat kita utk berkarya yg terbaik mulai hari ini...

Simak yuuu....

Sekitar tahun 60an, ketika remaja, dengan penuh impian dan harapan, Houtman memulai karirnya sebagai perantau, berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.

Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit.

Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.

Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.

Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik pekerjaan. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi orang yang berbeda.

Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai.

Dia bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring, dll.

Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen, yang kemudian dikenal dengan mesin photo copy. Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya.

Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi.

Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun.

“bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu.

“iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab.

“Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan keras.

Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom.

Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan.

Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA.

Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial. Tapi Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki.

Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.

19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.

Setelah menjadi VP dia masih sering berinteraksi dengan rekan-rekannya yang masih menjadi OB. Hingga suatu saat temannya protes kepadanya, “Houtman kamu payah, kamu gak konsisten, kita nih konsisten-konsisten jadi OB” mereka tertawa bersama.

Sampai sekarang belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman Zaenal Arifin, lahir 26 juli 1950, masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang.

Iapun masih memulung. Memulung? Ya, sejak 20-an tahun lalu, setiap jelang tengah malam beliau berkeliling Jakarta mendatangi hotel-hotel untuk mengumpulkan roti-roti sisa (yang oleh pihak hotel roti tersebut tak boleh lagi dihidangkan esok hari) lalu membawanya ke penampungan-penampungan dan yayasan-yayasan anak yatim yang tersebar di berbagai wilayah.

»»  Baca Lebih Lanjut...

Investigasi Sang Pencuri yang Mengejutkan

00001

Kali ini sebuah catatan yg berbeda dengan sebelum2nya... Sebuah kisah nyata dari negeri sebrang.
Simak yuu

Sebuah stasiun radio berita di kerajaan Jordania. Stasiun radio ini unggul dengan berita-berita faktual dan aktual yang disiarkan secara langsung. Kisah ini berawal dari dering telepon pada sesi suara pendengar yang diberi titel "buka-bukaan" yang disiarkan rutin setiap hari. Penelepon tak dikenal itu memperkenalkan diri sebagai pencuri profesional, sangat mengandalkan keahliannya itu untuk hidup. Kepada pemandu acara dia menyampaikan hendak menceritakan sebuah peristiwa penting yang harus segera diketahui oleh pembawa acara maupun para pendengar bahkan pihak yang berwajib,

Pada awalnya pemandu acara hanya menganggapnya sebagai lelucon atau orang iseng; tidak mungkin seorang pencuri mengungkapkan jati dirinya sebagal pencuri. Namun demikian dia tetap memberi kesempatan kepada penelepon aneh tersebut untuk menceritakan peristiwa yang hendak disampaikannya itu. Setelah si pencuri menceritakan kisahnya, pahamlah si pemandu acara bahwa ini merupakan kasus serius yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Berikut saya sampaikan kepada pembaca secara ringkas kasus tersebut:

Pencuri itu mengaku tengah melakukan pengintaian mengincar sebuah rumah mewah di kawasan elit ibu kota Jordania, yang dikenal dengan komplek 'Abdun. Pekerjaan tersebut sudah hampir sebulan di lakukannya . Dia berharap memperoleh hasil yang besar karena semenjak awal dia tahu rumah besar bak vila tersebut hampir tidak pernah ditempati pemiliknya. Tetapi selang beberapa waktu melakukan pengintaian dia menyadari ada yang tidak beres dengan rumah mewah itu dan pemiliknya.

Dalam pengintaiannya itu dia melihat setiap hari sepasang laki-laki dan perempuan masuk ke rumah tersebut bersama seorang atau beberapa orang pemuda atau wanita remaja. Selang beberapa lama laki-laki dan perempuan itu meninggalkan rumah tersebut hanya berdua. Pemuda atau pemudi yang menyertai mereka tidak pernah tampak meninggalkan rumah.

Kejadian itu tersebut selalu berulang hampir tiap hari. Pencuri itu pun meningkatkan intensitas dan kualitas pengintaiannya. Perhatiannya kini beralih kepada rasa penasaran ke mana anak-anak muda tersebut menghilang ditelan rumah berpagar rapat dan tinggi itu tanpa jejak.

Dia pun memeriksa mengelilingi pagar dan setiap sudut rumah mewah itu. Dengan pengalaman mencurinya dia cukup paham celah-celah atau trik-trik yang mungkin dibuat pemilik rumah untuk meloloskan diri tanpa diketahui. Tetapi dia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan pintu rahasia yang barangkali dilalui oleh anak-anak muda tersebut untuk meninggalkan rumah besar itu. Hal inilah yang mendorongnya menghubungi radio tersebut.

Dia tidak mungkin melapor ke kantor Polisi, Karena dia paham bagaimanapun identitasnya sebagai pencuri pasti terbongkar. Apalagi untuk menerangkan alasannya mengintai rumah mewah tersebut. Pemandu acara pun segera memperbaiki responnya terhadap penelpon anonim ini. Dia meminta informasi lebih lengkap dan detail tentang lokasi dan rumah yang dimaksud. Setelah merasa cukup yakin dengan kejujuran si pencuri pihak radio pun menelepon kepolisian.

Polisi segera menindak lanjuti laporan tersebut. Ternyata mereka sedang berhadapan dengan tindak kriminal terburuk abad ini dalam sejarah kepolisian Jordania. Polisi menemukan rumah mewah tersebut ternyata kuburan masal dan penyedia organ tubuh manusia. Mereka berhasil mengungkap sepasang laki-laki dan perempuan tersebut adalah agen pemasok organ tubuh manusia ke pasar gelap perdagangan organ tubuh manusia.

Pasangan ini mengajak anak-anak muda tanggung dengan berbagai iming-iming melakukan kunjungan tertutup ke rumah mewah tersebut kemudian membunuh mereka untuk diambil organ-organ tubuh mereka yang diperlukan dan dapat menghasilkan uang. Sisanya mereka kubur di rumah mewah yang dilengkapi dengan fasilitas pendingin jenazah dan sarana­-sarana pengawet organ tubuh itu.

Kejahatan besar dibongkar oleh seorang pencuri yang masih punya hati. Kasus yang tidak terbayangkan, terjadi di kawasan elit Aman ibu kota Jordania di siang bolong. Anak-anak muda yang melangkahkan kaki memasuki ladang pembantaian mereka dengan berbagai iming-iming dan motivasi. Ada yang diiming-imingi seks bebas, pesta anak muda, narkoba, bahkan lowongan kerja dengan imbalan yang menggiurkan dan lain sebagainya.

Demikianlah pencuri tersebut menyibak tabir yang menutupi kejahatan tingkat tinggi yang tertutup rapi yang kemudian menjadi headline media massa dan topik pembicaraan masyarakat dalam waktu yang cukup lama.

Pembaca Catatan Subuh yg Bijak, kisah ini memperlihatkan kepada kita, bahwa betapa pun jahatnya seseorang, tetaplah ada dalam hatinya ruang kosong, meskipun sempit, untuk diisi oleh perasaan cinta terhadap kebaikan. Hal tersebut merupakan fitrah manusia yang telah Allah berikan kepada setiap hamba. Oleh karena itu janganlah pernah bersikap pesimis dalam dakwah, beramar makruf nahi mungkar. Wallahu alam

»»  Baca Lebih Lanjut...

Tak Lain Hanya Untukmu

wz_ticket_for_paradise_emo_wallpaper_53462-950587  

Seorang ibu mengintip dari celah pintu di dekat dapur. Mencoba menahan air matanya yang sudah terkumpul di matanya yang sudah mulai keriput. Hatinya sakit, setetes air mata yang ia tahanpun akhirnya jatuh membasahi pipi. Ia terharu melihat keberhasilan anaknya, yang baru saja naik pangkat di Perusahaan tempat anaknya bekerja. Tapi layaknya seorang ibu, ia seharusnya berada di samping anaknya untuk ikut merasakan kebahagiaan.

Dalam hati Ia membatin, 'Selamat yaa Nak... Ibu juga bahagia jika melihat kau bahagia."

Sebuah kalimat yang tulus dari lubuk hati paling dalam dari seorang Ibu. Air matanya menyiratkan kebahagiaan, tapi miris melihat kenyataan yang ada. Tiba-tiba ia teringat perkataan anaknya.

"Pokoknya, kalau teman-teman dan atasanku datang, Ibu tidak boleh ikut merayakan bersama kami di ruangan itu dan jangan pernah bertemu dengan teman atau atasanku." kata anaknya dengan lantang.

"Aku tidak mau mereka tahu kalau aku punya ibu dengan satu mata dan penyakitan. Jadi Ibu lebih baik di dapur saja yaa." Anaknya mengucapkan kata-kata itu dengan enteng, tanpa memikirkan perasaan ibunya.

"Iya Nak."Sebuah jawaban yang begitu tulus dari mulut seorang ibu.

Anaknya yang lupa diri itu menikmati semua masakan bersama teman-temannya, semua makanan disiapkan oleh ibunya.

Kemudian salah satu atasannya bertanya, "masakan siapa ini ? enak sekali."

"Itu masakan Ibu saya, Pak." jawab si anak itu.

"Wah,masakannya enak sekali. Sampaikan salamku untuk Ibumu ya, katakan padanya bahwa saya menyukai masakannya yang lezat ini." tutur atasannya terkagum-kagum.

"Baik pak!" jawab anak muda itu.

Beberapa waktu kemudian, si anak itu kembali naik jabatan, untuk merayakannya ia kembali mengadakan acara makan-makan di rumah bersama teman-teman dan atasannya. Dan seperti sebelumnya, sang Ibu hanya ikut merayakan keberhasilan anaknya itu di dapur dan bersedih.

Teman-teman dan atasan si anak muda itu sangat menikmati masakan lezat sang Ibu. Masakan yang benar-benar lezat.

Kemudian atasannya berkata, "pasti ini masakan ibumu, kan?"

"Iya, Pak."

"Di mana beliau sekarang ?"

Sang anak kebingungan menjawab pertanyaan atasannya itu, ia mencoba mencari alasan agar mereka tidak tahu keadaan Ibunya.Tapi tiba-tiba atasannya melihat seorang ibu-ibu tua berada di dapur.

Iapun segera menghampiri ibu itu dan berkata, "Ibu yang memasak semua masakan ini,kan?"

Ibu itu sedikit ragu dan menjawab, "ii.iii...iiya, Pak."

"Wah masakan Ibu enak sekali. Saya sangat menikmatinya.Tapi mengapa Ibu tidak ikut makan bersama kami?"

Pertanyaan atasan anak ibu itu membuat sang ibu terdiam. Tiba-tiba si anak menghampiri Ibunya itu dengan menyeret ibunya ke belakang.

"Kan aku sudah bilang, Ibu tidak boleh bertemu dengan atasan atau teman-temanku. Aku malu!" si anak sangat marah.

"Maafkan Ibu, Nak" Ibu itu mencoba meminta maaf kepada anaknya.

Lalu anak itu berkata, "cukup Bu !!! mulai sekarang Ibu tidak boleh tinggal bersamaku lagi."

Sambil menangis, Ibu itu terus meminta maaf kepada anaknya. Tapi anak itu seperti berusaha tidak memperdulikan ibunya.

Pada akhirnya, anak muda tersebut membelikan sebuah rumah kecil untuk ditinggali ibunya. Hal itu ia lakukan agar tak ada yang tahu keadaan ibunya. Kasihan sekali ibunya, sudah sakit-sakitan dan dicampakan anaknya.

Kemudian sang anak kembali naik jabatan, kali ini adalah jabatan tertinggi. Sebuah acara yang lebih besar telah ia persiapkan. Tanpa Ibunya untuk menyiapkan hidangan seperti biasanya. Ibunya mengetahui kabar suka cita itu dan si ibu menitipkan sebuah surat kepada seseorang untuk di berikan kepada anaknya.

Dalam surat itu tertulis :

Untuk Anakku tersayang, ..
Selamat atas keberhasilanmu, Nak... Ibu sangat bahagia. Maaf Ibu tidak bisa datang, karena Ibu tahu kamu tidak menginginkan kedatangan Ibu. Ibu tahu kamu malu dengan keadaan Ibu, seorang Ibu yang hanya punya satu mata dan penyakitan pula.

Tapi perlu kamu ketahui Nak! salah satu mata ini kuberikan padamu, ketika kamu mengalami kecelakaan waktu kecil. Ibu rela Nak..Ibu rela..Asalkan kamu bahagia.

Si Anakpun tersungkur bersujud ke tanah, menyesali sesuatu yg tidak mungkin ditarik mundur.... (˘̩̩̩_˘̩̩̩ƪ)

Pembaca Catatan Subuh yg Bijak, jangan pernah Sia-siakan Ibu kita. Kita mungkin tidak pernah tahu seberapa besar pengorbanan seorang ibu untuk kita. Ibu akan melakukan apapun bahkan mengorbankan harta serta nyawa demi kebahagiaan kita.

Semangat pagi... Salam untuk Ibu jika kalian ketemu atau nelfon ibu kalian... Ceritakan sesuatu tentang catatan subuh...

»»  Baca Lebih Lanjut...

Senin, 27 Agustus 2012

Hikayat 250 Rupiah

Kisah ini dituturkan oleh Muhammad daeng Sanu ttg tuah seorang ibu. Kita simak yuuk memb...

SETIAP orang tak lepas dari dosa dan salah. Terlebih lagi dosa dan kesalahan terhadap orang yang paling berjasa di dunia ini setelah Allah dan Rasul-Nya. Dialah sosok ibu kandung kita. Namun, betapa dahsyatnya ketika ibu murka karena sesuatu dosa dan kesalahan anak-anaknya. Bagi kita mungkin sepele, tetapi sebenarnya dosa dan kesalahan itu adalah dosa yang tebusannya tidak main-main, baik di dunia terlebih di akhirat kelak. Meski pun jarak dosa-dosa itu sudah berpuluh-puluh tahun berlalu, selama ibu belum memaafkan, maka ancaman murka Allah tidak akan pernah terhapuskan.

Terkait hal ini, ada sebuah kisah nyata dapat menjadi pelajaran dan moga dapat menarik hikmah di dalamnya, insya Alloh. Aamiin.

Al kisah, ada sepasang suami isteri telah menikah, selama sekian tahun lamanya. Tiba-tiba sang isteri jatuh sakit dibagian perut, entah karena lagi ngidam atau karena faktor penyakit lain. Mengetahui hal ini, sang suami panik bukan kepalang, ia pun dengan segera mencari tahu gerangan apakah penyakit yang diderita oleh sang isteri. Sang suami tercinta, segera memulai mencarikan tabib dan dokter ahli untuk isterinya. Dari tabib ke tabib. Dari dokter ke dokter ia temukan, untuk memperoleh keterangan tentang jenis penyakit isterinya. Namun toh tetap tidak menemukan hasil.

Ketika ia sedang berada di rumah sakit, dalam kepanikan dan kegundahan, ia mendapatkan keterangan medis dari dokter yang memeriksa isterinya bahwa isterinya sama sekali tidak mengidap penyakit berat. Namun, tak faktanya memang isterinya mengalami penyakit yang nyaris mematikan. Ada penyakit, tetapi tidak bisa dideteksi oleh sang dokter.

Sejurus itu, sang suami pun memaksa diri untuk mengingat sesuatu kesalahan terhadap ibunya. Ia seakan-akan diingatkan oleh sesuatu kejadian masa kecil yang masih terngiang-ngiang dalam bathinnya. Dalam kebuntuan, tak ada pilihan lain kecuali ia segera mengambi air wudhu. Dengan keyakinan, ia coba menenangkan diri sembari meminta petunjuk-Nya lewat sholat dua rokaat.

Benarlah, ba’da sholat, Sang suami, segera mengingat-ingat kembali masa-masa kccilnya, yang ketika itu pernah melakukan kesalahan dan dosa kepada Ibunya. Dosa itu adalah kesalahannya ketika ia pernah mengambil uang ibunya sebesar Rp. 250,-. Sedangkan uang itu amat diperlukan oleh ibunya. Ia masih mengingat-ingat murka ibunya disaat ibunya kehilangan uang yang amat diperlukan itu. “Kualat..orang yang mengambil uang saya itu....!!! Ucapan ini diulang-ulang, hingga tiga kali, sehingga bagi dirinya ucapan itu begitu segar dalam memori otaknya. Padahal hal itu terjadi pada saat usianya 5 tahun, dan kini sudah berlalu 25 tahun. Ya, selama 25 tahun kejadian itu telah berlalu, pada saat ia mengalami kesusahan demi kesusahan hidup, dalam rumah tangganya.

Ringkas cerita, sang anak sekaligus suami bagi isterinya ini, tak mau berlama-lama lagi. Ia pun segera menelpon ibunya yang ada di kota Malang, sebuah rumah kediaman dimana sang bunda tercinta mengasuh dan membesarkannya dulu. Dialog pun baru dimulai, dengan perasaan tegang, diselimuti rasa takut dan cemas.

ANAK: “Assalamu’alikum Warohmatulloh bunda...
Semoga bunda selalu dalam naungan Kasih Sayang Alloh.

BUNDA: “Wa’alaikumsalam Rarohmatulloh anakku... bagaimana dengan kesehatanmu dan keluargamu... Bunda berharap moga senantiasa baik-baik semua.”. Begitu sang bunda yang sudah agak parau menjawab percakapan anaknya.

ANAK: “Bunda...bunda...Maafkan saya bunda! Dengan suara bergetar ia memanggil ibunya.

BUNDA: “Ada gerangan apakah anakku..,.

ANAK: “Sebelumnya anakda mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Begini bunda: “Apakah bunda masih ingat ketika bunda kehilangan uang sebesar Rp. 250,- dulu?

BUNDA: “Ingat, anakku. Tak pernah bunda lupakan hal itu. ‘Kualat orang yang mengambil uang itu ! Kata ibunya mengulang sumpah serapahnya dulu,di balik telepon.

Sang ANAK dengan gugup dan takut ia sambil menangis mengatakan kepada ibunya: “Wahai Bunda, ananda mohon ampun kepada Alloh, dan memohon maaf kepada bunda. Sungguh yang mengambil uang ibu saat itu adalah anakda sendiri.... Sunguh saya sangat menyesali hal itu. Kini, saya baru tersadar bahwa hal itu membawa petaka bagi hidup saya dan keluarga.

Sejenak sosok bunda yang memiliki rasa kasih sayang yang agung itu terdiam, sambil menangis...yang suaranya terdengar jelas dari balik telepon. Ia tak ingin menyusahkan hidup anaknya, yang sudah bertahu-tahun dialaminya.

BUNDA: “Wahai anakku...jika itu penyebab kesusahanmu bersama isteri dan anak-anakmu selama ini. Demi Alloh, aku cabut perkataanku sekarang juga. Kamu tidak lagi ada dosa dan beban kesalahan sedikitpun kepada bunda.

Mendengar ucapan ridho ibunya, sang anak histeris menangis...dan mengucapkan rasa syukur kepada Allah atas telah diperkenankannya ridho ibu tercinta. Ia pun segera meminta undur pamit dari percakapan dengan ibunya. Dengan penuh lega dan takjub ia tak lepas lisannya berdzkir; bertasbih, bertahmid, dan bertahlil.

Akhirnya, singkat cerita, Sang dokter yang sedang merawat dan memeriksa kondisi isterinya pun menyatakan bahwa isterinya kembali normal tanpa terapi obat apapun. Suatu keajaiban, yang tidak dapat dituntaskan kecuali permohonan maaf dan ampun kepada Allah dan orang yang tercinta yaitu ibu.

Pembaca Catatan Subuh yg bijak, ketika kita menunduk mencium tangan ibu, mencucurkan air mata di dadanya, dan menangkap tanda rela dari sorot matanya, ketika itu kita merasakan kesempurnaan diri sebagai seorang anak. Luka-luka dan kehinaan kita terasa berganti dengan kemuliaan di saat ibu memuji dan menenangkan kita dengan kelembutannya.

Doa ibu untuk anaknya merupakan perkara yg amat serius. Ia termasuk doa yang diijabahi. Maka kewajiban para anak untuk berusaha sekuat tenaga membuat ibu mereka ridho. Mereka harus berbuat baik pada ibu serta berbakti padanya sepenuh hati dan jiwa. Memang, betapa kerasnya ibu memperlakukan anak-anaknya.
Sungguh, doa ibu untuk anak-anaknya adalah pengabulan yang tiada dinding padanya. Oleh karena itu seorang ibu harus berhati-hati dalam melontarkan doa untuk anaknya. Hal ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam,

"Janganlah kalian mendoakan diri kalian jangan pula mendoakan anak-anak kalian, dan jangan mendoakan harta benda kalian (mendoakan yg jelek) agar jangan sampai kalian bertepatan saat Allah menerima doa, Dia mengabulkan permintaan (jelek) kalian itu." (H.R Muslim)

Selagi masih ada waktu masih ada kesempatan. Segeralah temui ibu yang telah merawat, mengandung, melahirkan, menjaga, membesarkan, menndidik kita. Mari kita temui beliau dengan segenap kerendahan hati. Kita akui segala khilaf dan salah kita kepadanya, kita akui segala kelancangan kita selama ini di hadapannya. Kita akui jasa beliau teramat banyak untuk dihitung, terlalu berat untuk ditimbang dan teramat mulia untuk dihargai. Maka datanglah padanya dengan segala kerendahan jiwa sambil meyakini ibu adalah pemilik doa yang tak berhijab pada-NYA.

"Robbighfirliy wa liwalidaya warhamhumaa kamma robbayani shoghiro"

»»  Baca Lebih Lanjut...

Kemurahan Allah Tak Henti Sampai di Sini

Pembaca Catatan Subuh, Berikut adalah sepenggal kisah hidup yg ingin saya bagikan untuk anda...

Simak yuukk...

Suatu hari, tepatnya September 2005, saya menerima kabar bahwa orangtua membutuhkan uang cukup banyak. Mau memperbaiki rumah yang atapnya sudah bocor di sana sini.

Berita itu saya simpan dalam memori otak. Sore harinya saya bicarakan dengan istri.

“Bagaimana ini?” tanyaku pada istri dengan tenang.

Saat itu kami baru pindahan rumah dari Tegal ke Brebes (Jawa Tengah). Kondisi keuangan masih kocar-kacir. Namun keputusan akhir, kami akan tetap membantu orangtua, meskipun harus “menyembelih” celengan ayam jago yang belum seberapa terisi.

Setelah dihitung lembar demi lembar, alhamdulillah terkumpul Rp 250 ribu. Masih jauh dari kebutuhan orangtua yang mencapai Rp 600 ribu.

Uang itu saya sampaikan kepada orangtua apa adanya. Beliau menerima dengan baik.

Tiga bulan kemudian, datang lagi berita, kali ini dari mertua. Isinya serupa: membutuhkan uang untuk keperluan menikahkan anaknya.

Setelah bermusyawarah dengan istri, kami menetapkan untuk tetap birrul-waalidain (memuliakan kedua orangtua), meski saat itu belum ada uang sepeser pun!

Saat itu saya tengah merintis usaha ternak ayam. Sayang, ambruk karena habis dimakan binatang buas.

Syukurnya, saya punya kegiatan mengajar, sementara istri mengajar di rumah. Di sinilah awal terbukanya pintu-pintu rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kami berusaha mengencangkan ikat pinggang, menyisihkan uang Rp 50 ribu untuk ditabung. Tujuannya agar kelak bisa membantu orangtua dan mertua.

Awalnya cukup berat, karena kebutuhan rumah tangga terus meningkat, sementara pemasukan tetap. Tapi dengan iringan doa tiap malam dan mencari solusi kesana-kemari, asa itu saya yakin ada.

Tak disangka, Allah membukakan pundi-pundi rezeki. Seorang ibu dan anaknya bertamu ke rumah. Ketika pulang, dia menitipkan uang untuk istri Rp 150 ribu. Alhamdulillah.

Seminggu kemudian saya bersilaturrahim ke seorang pelanggan Majalah Hidayatullah. Dia tanya tentang kegiatan yang saya lakukan. Eh, dia malah menanyakan nomor rekening. Subhanallah, setelah saya cek beberapa hari kemudian, ada kiriman uang Rp 252 ribu!

Waktu terus berjalan, hajatan mertua tinggal satu bulan lagi. Saya terus mengintensifkan doa dan menggencarkan silaturrahim untuk menawarkan bimbingan belajar dan majalah.

Suatu saat, saya disergap kelelahan teramat sangat setelah menjalani rutinitas di atas. Tiba-tiba datang seorang teman bersama istri dan anaknya. Setelah bicara kesana kemari sampai menjelang Maghrib, ia berpamitan pulang. Teman itu berbisik sambil menyerahkan amplop putih bersih, “Sekadar membantu, Mas.”

Karena penasaran, amplop itu saya buka. Rp 500 ribu! Allahu Akbar! Mahakaya Allah dalam memenuhi kebutuhan (hajat) hamba-Nya. Saya dan istri langsung bersyukur dan menyelimuti hati dengan dzikir.

Esok harinya, saya langsung antar uang itu ke orangtua dan sebagian lagi ke mertua. Adapun kekurangan lainnya kami upayakan ke sana kemari. Alhamdulillah, saya bisa membantu meringankan orangtua, biarpun cuma seberat biji sawi.

Ternyata kemurahan Allah tak henti sampai di sini. Dua bulan kemudian rekening saya mendapat kiriman Rp 150 ribu, entah dari siapa. Tiba-tiba saja. Uang itu pun saya pergunakan untuk membeli bangku guna memperlancar kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur`an (TPA) yang kami asuh. Rencana ini memang sudah lama saya tekadkan.

Uang itu memang tak seberapa banyak. Tetapi keajaiban-keajaiban itu datang setelah kami berusaha memuliakan ibu. Maha Benar Allah akan janji-janji-Nya.

Demikian kisah saya pembaca....

semangat pagi....

»»  Baca Lebih Lanjut...

Pak Tua yang Tersandung

Seorang pria bangun pagi2 buta untuk sholat subuh di Masjid.
Dia berpakaian, berwudhu dan berjalan menuju masjid.
ditengah jalan menuju masjid, pria tsb jatuh dan pakaiannya kotor.
Dia bangkit, membersihkan bajunya, dan pulang kembali kerumah. Di rumah, dia berganti baju, berwudhu, dan, LAGI, berjalan menuju masjid.
Dalam perjalanan kembali ke masjid, dia jatuh lagi di tempat yg sama!
Dia, sekali lagi, bangkit, membersihkan dirinya dan kembali kerumah.
Dirumah, dia, sekali lagi, berganti baju, berwudhu dan berjalan menuju masjid.
Di tengah jalan menuju masjid, dia bertemu seorang pria yg memegang lampu.
Dia menanyakan identitas pria tsb, dan pria itu menjawab "Saya melihat anda jatuh 2 kali di perjalanan menuju masjid, jadi saya bawakan lampu untuk menerangi jalan anda.'
Pria pertama mengucapkan terima kasih dan mereka berdua berjalan ke masjid.
Saat sampai di masjid, pria pertama bertanya kepada pria yang
membawa lampu untuk masuk dan sholat subuh bersamanya.
Pria kedua menolak.
Pria pertama mengajak lagi hingga berkali2 dan, lagi, jawabannya sama.
Pria pertama bertanya, kenapa menolak untuk masuk dan sholat.

Pria kedua menjawab
Aku adalah Setan (devil/ evil)
Pria itu terkejut dengan jawaban pria kedua.
Setan kemudian menjelaskan,
"Saya melihat kamu berjalan ke masjid, dan sayalah yg membuat kamu terjatuh. Ketika kamu pulang ke rumah, membersihkan badan dan kembali ke masjid, Allah memaafkan semua dosa2mu.
Saya membuatmu jatuh kedua kalinya, dan bahkan itupun tidak membuatmu merubah pikiran untuk tinggal dirumah saja, kamu tetap memutuskan kembali masjid.
Karena hal itu, Allah memaafkan dosa2 seluruh anggota keluargamu.
Saya KHAWATIR jika saya membuat mu jatuh untuk ketiga kalinya,
jangan2 Allah akan memaafkan dosa2 seluruh penduduk desamu, jadi saya harus memastikan bahwa anda sampai dimasjid dgn selamat.."

Jadi Pecinta catatan subuh yang bijak, , jangan pernah biarkan Setan mendapatkan keuntungan dari setiap aksinya.
Jangan melepaskan sebuah niat baik yg hendak kita lakukan karena kita tidak pernah tau ganjaran yg akan kita dapatkan dari segala kesulitan yg kita temui dalam usaha kita untuk melaksanakan niat baik tersebut .

Smangat pagiii....

»»  Baca Lebih Lanjut...