Pages

Senin, 29 Juni 2015

Ayah Bunda...

Kau, yang tak pernah berhenti bersemayam dalam kalbu, menjadi lilin terang, bersinar dalam kelam, bersatu dengan titik cahaya harapan, yang mengingatkanku akan hadirmu dalam hidupku..
Iringan doamu slalu menyertai detak langkahku, mengukir semangat berkobar dalam jiwa, mencipta tekad luar biasa..
Ragamu memang tak sempat memelukku, namun kurasakan hangatnya kasihmu dalam dekapan rindu..
Belaianmu mungkin tak lagi bersamaku, tapi senyum indahmu senantiasa membelai mesra diriku..
Wahai kau yang hadirnya terbatas waktu, betapa diri yang rapuh ini merindukanmu..

»»  Baca Lebih Lanjut...

Minggu, 28 September 2014

Segiempat Anak-anak


Suatu sore, seorang ibu duduk membantu anak-anaknya belajar. Dia memberi si bungsu yang baru berusia empat tahun sebuah kertas gambar agar dia tidak mengganggunya saat menerangkan dan membimbing saudara-saudaranya yang lain.
Tiba-tiba dia teringat, dia belum mengantar makan malam kepada sang mertua, seorang kakek tua yang hidup bersama mereka di kamar di samping rumah. Dia biasa melayani mertuanya semampunya dan sang suami puas dengan pelayanannya kepada sang mertua yang tidak bisa meninggalkan kamarnya karena kesehatannya lemah.
Ibu itu segera membawa makanan kepada sang mertua dan menanyainya, apakah sang mertua butuh pelayanan yang lain? Kemudian dia berlalu meninggalkan mertuanya.
Ketika dia kembali ke tempat anak-anaknya belajar, dia melihat si bungsu menggambar beberapa lingkaran dan beberapa kotak segi empat serta memberinya kode. Sang ibu pun bertanya, “Sayang, apa yang kamu gambar?”
“Aku menggambar rumah tempat aku tinggal ketika sudah besar dan menikah,” jawabnya dengan polos.
Sang ibu senang mendengar jawaban anaknya, “Terus dimana kamu akan tidur?” tanyanya lagi.
Lalu sang anak menunjuk setiap kotak segi empat, “Ini ruang tidur, ini dapur,dan ini ruang menerima tamu.” Dia terus menghitung setiap kamar rumah yang dia ketahui. Dan, dia meninggalkan satu kotak kosong terpisah di luar garis yang dia gambar.
Sang ibu heran. “Terus, kenapa kamar ini berada di luar rumah dan terpisah dari kamar yang lain?” tanyanya.
“Kamar ini untuk ibu. Aku akan menaruhmu di sana dan kamu hidup seperti kakek,” jawabnya.
Ibu itu tertegun mendengar jawaban anaknya.
“Apakah aku akan tinggal sendirian di luar rumah di kamar samping tanpa bisa bercengkerama dengan anak dan cucu. Serta tidak terhibur oleh obrolan, canda dan permainan mereka saat aku tak bisa bergerak lagi?”
“Apakah aku akan menghabiskan sisa umurku sendirian di kamar kosong, tanpa bisa mendengar suara anggota keluarga yang lain?”
Dia segera memanggil pembantu dan dengan cepat dia memindah peralatan kamar yang dikhususkan untuk tamu, kamar yang biasanya paling bagus dan strategis. Dia membawa ranjang mertuanya ke sana dan memindahkan peralatan yang khusus tamu ke kamar sang mertua di samping rumah.
Kala sang suami pulang dari luar, dia kaget dan heran dengan apa yang dia lihat. Dia pun lantas bertanya, “Kenapa kok bisa berubah begini?”
Sang istri menjawab dengan air mata berderai, “Aku memilih kamar yang paling bagus tempat kita akan tinggal, aku dan kamu, apabila Allah SWT memberi kita umur panjang dan kita sudah tidak bisa bergerak lagi. Biarlah tamu ada di kamar samping.”
Sang suami paham dengan maksud sang istri dan dia memuji perlakuannya kepada ayahnya yang memandangi mereka dengan penuh kasih sayang.
Si bungsu pun ikut senang dan dia hanya tinggal menghapus gambarnya sambil tersenyum.

Dari kisah di atas kita bisa menggambil hikmah bahwa segala yang kita perbuat dan ajarkan pada anak kita kelak akan membawa dampak bagi diri kita. Saat kita mengajarkan anak tentang suatu kebajikan, maka sang anak pun akan berusaha untuk meniru dan mengamalkannya dalam kehidupannya sehari2. Namun apabila kita berbuat suatu keburukan, bisa jadi keburukan itu pun kelak akan ditiru pula oleh anak kita.
Sebaik2nya orang tua adalah mereka mengajarkan kebaikan pada anak2nya. Karena sesungguhnya anak sholeh merupakan harta yang bisa menolong kita di akhirat kelak.

»»  Baca Lebih Lanjut...

Kisah Seorang Gadis dan Seorang Kakek

kisah nyata yang terjadi di salah satu kota di Aljazair beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, orang-orang masih sering memperbincangkannya dan bertanya-tanya, kemana kembalinya tokoh cerita mereka yang tiba-tiba meninggal menemui Tuhannya?
* * * *
Hari itu tidak seperti hari-hari biasanya, udara sangat panas menyengat ubun-ubun. Seperti biasanya, gadis itu keluar rumahnya dengan dandanan dan parfum yang menyengat. Banyak orang tua yang tergoda memandangnya, apalagi kaum muda yang pekerjaannya hanya menggoda para gadis. Gadis itu senang dengan perbuatannya. Bagaimana dia tidak senang, semua orang memandang kagum kepadanya.
Gadis itu naik ke atas bus yang penuh dengan penumpang. Kemudian dia dipersilakan duduk oleh seorang pemuda. Gadis itu duduk di samping seorang kakek yang sudah lanjut usia. Wajah orang tua itu memancarkan sinar, Allah mengaruniakan ilmu yang melimpah kepadanya. Kakek itu menasihati gadis itu dan mengingatkannya terhadap Hari Kiamat, Hisab, dan Siksa Allah. Dengan harapan semoga gadis itu mendengarkan nasihatnya dan mendapat hidayah dari Allah ke jalan yang lurus.
Gadis itu menertawakan sang kakek, bahkan dia berani mengejek Allah-wal ‘iyadzu billah. Kakek itu masih terus mengajaknya kepada ketaqwaan dan tobat. Gadis itu mulai kesal dengan sikap sang kakek. Dia kemudian mengeluarkan HP dari tasnya, “Pegang HP ini dan bicaralah dengan Tuhanmu, mengadulah kepada-Nya,” kata sang gadis sambil memberikan HPnya kepada kakek shaleh tersebut.
Kemudian kakek itu mengangkat tangannya ke langit dan berdoa kepada Allah untuk memberi gadis itu hidayah atau mencabut nyawanya.
Ketika bus itu tiba di terminal terakhir, semua penumpang turun kecuali gadis cantik tersebut. Sang sopir mengiranya tertidur. Ketika dia hendak membangunkannya, dia mendapati gadis itu telah meninggal.
***
Betapa mustajabnya doa kakek tersebut sehingga tembus ke langit. Dan, betapa buruknya nasip gadis itu, dia meninggal dalam keadaan lalai, tidak sempat bertobat.

Dikutip dari “Kisah-Kisah Penggugah Jiwa” karya Abdurrahman Bakar

»»  Baca Lebih Lanjut...

Kebesaran Hati Seorang Supir Angkot



Masih banyak orang baik, cerita ini saya dapatkan waktu saya iseng bareng teman saya naik angkutan kota dari Darmaga menuju Terminal Baranang siang, kota Bogor.
Pengemudi angkot itu seorang anak muda, didalam angkot duduk 7 orang penumpang, termasuk kami. Masih ada 5 kursi yang belum terisi, seperti biasa di tengah jalan, angkot-angkot saling menyalip untuk berebut penumpang. Namun ada pemandangan aneh, didepan angkot yang kami tumpangi ada seorang ibu dengan 3 orang anak remaja berdiri di tepi jalan.
Setiap ada angkot yang berhenti dihadapannya, dari jauh kami bisa melihat si ibu bicara kepada supir angkot, lalu angkot itu melaju kembali.
Kejadian ini terulang beberapa kali. Ketika angkot yang kami tumpangi berhenti, si ibu bertanya: “Dik, lewat terminal bis ya?”, supir tentu menjawab “ya”. Yang aneh si ibu tidak segera naik. Ia bilang “ Tapi saya dan ke 3 anak saya tidak punya ongkos.” Sambil tersenyum, supir itu menjawab “Gak pa-pa bu, naik saja”, ketika si ibu tampak ragu2, supir mengulangi perkataannya “ayo bu, naik saja, gak pa-pa ..”
Saya terpesona dengan kebaikan Supir angkot yang masih muda itu, di saat jam sibuk dan angkot lain saling berlomba untuk mencari penumpang, tapi si Supir muda ini merelakan 4 kursi penumpangnya untuk si ibu dan anak-anaknya. Ketika sampai di terminal bis, 4 orang penumpang gratisan ini turun. Si Ibu mengucapkan terima kasih kepada Supir.
Di belakang ibu itu, seorang penumpang pria turun lalu membayar dengan uang rp. 20 ribu. Ketika supir hendak memberi kembalian (ongkos angkot hanya Rp.4 ribu) Pria ini bilang bahwa uang itu untuk ongkos dirinya serta 4 orang penumpang gratisan tadi.
“Terus jadi orang baik ya, Dik ” kata pria tersebut kepada sopir angkot muda itu... Sore itu saya benar-benar dibuat kagum dengan kebaikan-kebaikan kecil yang saya lihat. Seorang Ibu miskin yg jujur, seorang Supir yang baik hati dan seorang penumpang yang budiman.

 

Mereka saling mendukung untuk kebaikan.
Andai separuh saja Bangsa kita seperti ini, maka dunia akan takluk oleh kebaikan kita. Teruslah berbuat baik, sekecil apapun ketulusan yang kita perbuat tentunya sangat berarti bagi orang lain..!!!

»»  Baca Lebih Lanjut...

Pelajaran Hidup Dari Seorang Nelayan



Suatu hari seorang nelayan sedang berbaring di suatu pantai yang indah, dengan joran pancingnya tertancap di pasir dan senar pancingnya terlempar jauh di lautan yang biru. Ia sedang menikmati kehangatan matahari sore dengan harapan akan mendapatkan seekor ikan.
Setelah beberapa waktu berlalu, seorang pengusaha datang jalan-jalan di pantai untuk meringankan strees akibat pekerjaannya. Ia memperhatikan si nelayan yang sedang duduk di pantai dan ia memutuskan untuk mencari tahu mengapa si nelayan ini memancing ikan, bukannya bekerja lebih keras lagi untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. “Anda tidak akan mendapatkan banyak ikan dengan cara seperti itu,” kata si pengusaha pada si nelayan. “Anda sebaiknya bekerja saja daripada berbaring di pantai.”
Si nelayan menatap si pengusaha, tersenyum dan menjawab, “Jika aku bekerja, apa yang akan aku dapatkan?” “Kamu bisa membeli jaring yang lebih besar dan menangkap lebih banyak ikan!” jawab si pengusaha. “Setelah itu, apalagi yang bisa aku peroleh?” tanya si nelayan sambil tersenyum. Si pengusaha menjawab, “Kamu bisa menghasikan banyak uang dan bisa membeli sebuah perahu, sehingga hasil tangkapanmu bisa menjadi lebih banyak!” “Dan apalagi yang bisa aku peroleh setelah itu?” tanya si nelayan lagi. “Kamu bisa membeli perahu yang lebih besar dan mempekerjakan orang-orang untuk bekerja padamu!” kata si pengusaha.
“Kemudian apa yang bisa aku peroleh setelah itu?” tanya si nelayan sekali lagi. Si pengusaha menjadi marah dan berkata, “Tidakkah kamu mengerti? Kamu bisa membangun armada kapal penangkap ikan, berlayar ke seluruh dunia dan biarkan semua pekerjamu menangkap ikan untukmu!” Untuk yang terakhir kalinya si nelayan bertanya, “lalu apalagi yang bisa aku dapatkan setelah itu?” Wajah si pengusaha itu memerah karena marah dan teriak pada nelayan itu, “Tidakkah kamu mengerti bahwa kamu bisa menjadi begitu kaya sehingga kamu tidak perlu bekerja mencari nafkah lagi! Kamu bisa meghabiskan hari-harimu dengan duduk-duduk di pantai sambil memandang matahari terbenam. Anda tidak akan peduli lagi dengan yang lainnya!”
Si nelayan, masih dengan tersenyum, memandang di pengusaha dan berkata, “ Menurutmu apa yang sedang aku lakukan saat ini?”

 

“Segala permasalahan yang terjadi dalam hidup kita, semuanya tergantung bagaimana cara kita dalam menyikapinya.”

»»  Baca Lebih Lanjut...

Terbang di Kelas Pertama


Dalam suatu penerbangan dari Johannesberg, seorang wanita Afrika Selatan berkulit putih dan berusia paruh baya mendapati dirinya duduk di samping seorang laki-laki berkulit hitam. Ia memanggil pramugari dan menyampaikan keluhan tentang tempat duduknya.
“Apa masalah Anda, Nyonya?” tanya pramugari.
“Tidakkah kamu lihat?” ia berkata, “Kamu telah mendudukkanku di samping seorang kulit hitam. Aku tidak mungkin bisa duduk di samping manusia yang menjijikkan ini. Carikan aku tempat duduk lainnya!”
“Tolong tenang, Nyonya,” pramugari itu menjawab. “Penerbangan ini sangat penuh, tetapi saya akan memberi tahu Anda apa yang akan saya lakukan. Saya akan pergi dan memeriksa apakah kami masih mempunyai tempat duduk kosong di kelas klab atau kelas pertama.”
Wanita itu melirik sinis pada laku-laki berkulit hitam hina yang ada di sampingnya.
Beberapa menit kemudian pramugari kembali dengan berita bagus, yang ia sampaikan pada wanita yang selalu menandang orang-orang di sekitarnya dengan senyum kepuasan diri.
“Nyonya, seperti yang saya khawatirkan, kelas ekonomi telah penuh. Saya telah berbicara dengan Direktur pelayanan kabin bahwa kelas klab juga penuh. Namun kami masih memiliki satu tempat duduk di kelas pertama.”
Sebelum wanita itu memiliki kesempatan untuk menjawab, pramugari melanjutkan berkata...
“Untuk melakukan perpindahan luar biasa ini, saya harus meminta ijin kepada Kapten. Dengan melihat situasi yang ada, Kapten berpendapat bahwa sangatlah memalukan seseorang harus dipaksa duduk di samping orang yang menjijikkan.”
Setelah mengatakan hal itu, pramugari berpaling pada laki-laki berkulit hitam yang duduk di samping wanita sombong tadi dan berkata:
“Silakan mengemasi barang-barang Anda, Tuan. Saya telah menyiapkan tempat duduk di kelas pertama untuk Anda.”
Pada saat yang sama, rupanya para penumpang di sekelilingnya telah berdiri dan memberikan standing ovation (tepuk tangan sambil berdiri) saat laki-laki berkulit hitam itu berjalan ke arah depan pesawat terbang.

»»  Baca Lebih Lanjut...

Aku Ingin MEMBELI Waktu Papa

Steven adalah seorang karyawan perusahaan yang cukup terkenal di Jakarta, memiliki dua putra. Putra pertama baru berusia 6 tahun bernama Leo dan putra kedua berusia dua tahun bernama Kristian. Seperti biasa jam 21.00 Steven sampai di rumahnya di salah satu sudut Jakarta, setelah seharian penuh bekerja di kantornya. Dalam keremangan lampu halaman rumahnya dia melihat Leo putra pertamanya di temani Bik Yati, pembantunya menyambut digerbang rumah.
“Kok belum tidur Leo?” sapa Steven sambil mencium anaknya. Biasanya Leo sudah tidur ketika Steven pulang dari kantor dan baru bangun menjelang Steven berangkat ke kantor keesokan harinya.
“Leo menunggu papa pulang, Leo mau tanya, gaji papa itu berapa sih Pa?” kata Leo sambil membuntuti papanya.
“Ada apa nih,kok tanya gaji papa segala?”
“Leo cuma pingin tahu aja kok pah?”
“Baiklah coba Leo hitung sendiri ya. Kerja papa sehari di gaji Rp.600.000,-, nah selama sebulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Nah berapa gaji papa sebulan?”
“Sehari papa kerja berapa jam Pa?”
“Sehari papa kerja 10 jam Leo, nah hitung sana, Papa mau melepas sepatu dulu.”
Leo berlari ke meja belajarnya dan sibuk mencoret-coret dalam kertanya menghitung gaji papanya. Sementara Steven melepas sepatu dan meminum teh hangat buatan istri tercintanya.
“Kalau begitu,satu bulan Papa di gaji Rp.15.000.000,-,yah Pa? Dan satu jam papa di gaji Rp.60.000,-.” Kata Leo setelah mencoret-coret sebentar dalam kertasnya sambil membuntuti Steven yang beranjak menuju kamarnya.
“Nah, pinter kamu Leo. Sekarang Leo cuci kaki lalu bobok.” Perintah Steven,namun Leo masih saja membuntuti Steven sambil terus memandang papanya yang berganti pakaian.
“Pah, boleh tidak Leo pinjam uang Papa Rp.5.000,- saja?” tanya Leo dengan hati-hati sambil menundukkan kepalanya.
“Sudahlah Leo,nggak usah macam-macam, untuk apa minta uang malam-malam begini. Kalau mau uang besok aja, Papa kan capek mau mandi dulu. Sekarang Leo tidur supaya besuk tidak terlambat ke sekolah!”
“Tapi Pah…”
“Leooo!!! Papa bilang tidur!” bentak Steven mengejutkan Leo.
Segera Leo beranjak menuju kamarnya. Setelah mandi Steven menengok kamar anaknya dan menjumpai Leo belum tidur. Leo sedang terisak pelan sambil memegangi sejumlah uang. Steven nampak menyesal dengan bentakannya. Dipegangnyalah kepala Leo pelan dan berkata: “Maafkan Papa ya nak. Papa sayang sekali pada Leo.” ditatapnya Leo anaknya dengan penuh kasih sambil ikut berbaring di sampingnya.
“Nah katakan pada Papa,untuk apa sih perlu uang malam-malam begini. Besuk kan bisa, jangankan Rp.5.000,- lebih banyak dari itupun akan papa kasih.”
“Leo nggak minta uang Papa kok, Leo cuma mau pinjam. Nanti akan Leo kembalikan, kalu Leo udah menabung lagi daru uang jajan Leo.”
“Iya, tapi untuk apa Leo?” tanya Steven dengan lembut.
“Leo udah menunggu papa dari sore tadi, Leo nggak mau tidur sebelum ketemu Papa. Leo pingin ngajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang bahwa waktu papa berharga. Jadi Leo ingin beli waktu Papa.”
“Lalu.” tanya Steven penuh perhatian dan kelihatan belum mengerti.
“Tadi Leo membuka tabungan, ada Rp. 25.000,-. Tapi karena Papa bilang satu jam papa dibayar Rp.60.000,- maka untuk setengah jam berarti Rp. 30.000,-. Uang tabungan Leo kurang Rp. 5.000,-. Maka Leo ingin pinjam pada Papa. Leo ingin membeli waktu papa setengah jam saja, untuk menemani Leo main ular tangga. Leo rindu pada papa.” Kata Leo polos dengan masih menyisahkan isakannya yang tertahan.
Steven terdiam, dan kehilangan kata-kata. Bocah kecil itu dipeluknya erat-erat, bocah kecil yang menyadarkan bahwa cinta bukan hanya sekedar ungkapan kata-kata belaka, namun berupa ungkapan perhatian dan kepedulian.

»»  Baca Lebih Lanjut...